Mengapa kita rindu kampung halaman? (2)

Pernah mengkonsumsi Ikan salmon?. Selain dagingnya lezat, ikan salmon menyimpan cerita unik. Sebelum hidupnya berakhir, ikan salmon ramai-ramai berenang melawan arus dari lautan menuju parairan tawar, ke tempat dimana mereka mengawali kehidupan.

Kita akan mengatakan bahwa perilaku unik tersebut adalah insting hewani sebagaimana perilaku hewan ternak atau unggas yang pulang sendiri ke sarang atau kandangnya menjelang matahari terbenam. Lalu, bagaimana halnya dengan rasa rindu atau rasa nyaman ketika kita berkunjung ke kampung halaman, apakah merupakan naluri manusiawi?

Rindu kampung halaman pada dasarnya bukan tentang fenomena geografis, derajad perubahan masa lalu dengan kekinian, atau sekedar keinginan bernostalgia, tapi tentang dorongan intuitif untuk ‘kembali ke ‘asal’. Karena dalam konteks pergerakkan dari titik awal, pergi dan kembali sebagaimana perjalanan hidup ikan salmon, rumah dimana kita dibesarkan adalah ‘asal’ atau titik awal sebelum kita pergi berkativitas atau pergi merantau.

Kalau rentang waktu hidup kita ditarik mundur ke belakang (ke titik paling awal kehidupan kita), maka kita tidak akan mengatakan bahwa kita berasal dari desa ini atau kampung itu tempat kita lahir dan dibesarkan kedua orangtua kita, tapi berasal dari rahim. Yaitu sebuah tempat berlindung yang kokoh, dimana kita tinggal dengan tenang, aman dan nyaman. sebelum akhirnya kita tinggalkan menuju kehidupan dunia yang bising dan menekan.

Tapi, kalau kita tarik mundur lagi, maka kita pun mendapati rahim bukan asal kita. Kita berasal dari setetes sel telur yang dibuahi sperma. Kemudian, kalau kita bertanya, apakah masih ada yang lebih asal lagi?. jawabnya ada!, yaitu kehendak yang menentukan bahwa kita harus hidup pada suatu masa, di suatu di tempat, dari sel telur perempuan ini yang dibuahi sperma laki-laki itu, bukan yang selainnya. Itulah Kehendak Yang Maha Pencipta!.

Jadi, ketika kita rindu atau merasa nyaman saat pulang ke kampung halaman, pada hakekatnya kita sedang diingatkan bahwa kita suatu saat pasti akan pulang kembali ke ‘asal’ kita sebagaimana ikan salmon yang berjuang melawan derasnya arus sungai semata-mata demi menyongsong maut di tempat asalnya. Pertanyaan pentingnya bukan mengapa kita rindu kampung halaman?, atau mengapa memilki dorongan instingtif untuk kembali ke ‘asal’?, tapi kita kembali menghadapNya dalam keadaan bagaimana?.